Kesultanan Banjar adalah salah satu kesultanan yang terletak di Kalimantan Selatan, Indonesia, dan memiliki sejarah yang kaya serta peran penting dalam perkembangan budaya dan politik di kawasan tersebut. Kesultanan ini dikenal sebagai pusat perdagangan dan penyebaran Islam, serta memiliki pengaruh yang signifikan dalam sejarah Indonesia.
Kesultanan Banjar didirikan pada abad ke-16, tepatnya sekitar tahun 1526, oleh Sultan Suriansyah yang merupakan keturunan dari kerajaan sebelumnya, yaitu Kerajaan Negara Dipa. Pada awalnya, Banjar adalah kerajaan yang terfokus pada pertanian dan perdagangan. Letaknya yang strategis di sepanjang Sungai Barito memungkinkan Banjar menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan pedagang dari berbagai daerah, termasuk Jawa, Sumatera, dan Maluku.
Kesultanan Banjar mencapai puncaknya pada abad ke-17 di bawah pemerintahan Sultan Hidayatullah (Sultan Sulaiman). Di masa ini, Banjar dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah dan hasil pertanian. Sultan Hidayatullah juga berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, dengan mendirikan pesantren dan mendorong masyarakat untuk memeluk agama Islam.
Selama masa kejayaannya, Kesultanan Banjar menjalin hubungan dagang yang kuat dengan berbagai negara asing, termasuk Tiongkok dan Belanda. Hubungan ini meningkatkan status Banjar sebagai salah satu kerajaan yang berpengaruh di Nusantara.
Islam menjadi agama dominan di Kesultanan Banjar, dan peran para ulama dalam penyebaran ajaran Islam sangat signifikan. Masyarakat Banjar banyak yang berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam, yang menghasilkan generasi baru yang terdidik. Beberapa tokoh terkenal dalam sejarah Islam di Banjar adalah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, seorang ulama terkemuka yang dikenal sebagai penyebar ajaran Islam di Kalimantan.
Seperti banyak kesultanan lainnya di Indonesia, Kesultanan Banjar menghadapi tantangan dari kekuatan kolonial, khususnya Belanda. Pada tahun 1859, terjadi Perang Banjar yang dipicu oleh ketidakpuasan terhadap kebijakan Belanda yang merugikan rakyat. Meskipun awalnya perlawanan ini berhasil, pada akhirnya Belanda berhasil mengalahkan Kesultanan Banjar dan mengendalikan wilayahnya.
Setelah perang, Kesultanan Banjar kehilangan kekuasaan dan secara resmi menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda. Meskipun demikian, sultan masih diizinkan untuk memimpin daerahnya dalam batasan tertentu.
Kesultanan Banjar mengalami penurunan kekuasaan setelah perjanjian dengan Belanda. Namun, warisan budaya dan sejarah yang ditinggalkan oleh Kesultanan Banjar terus bertahan. Masyarakat Banjar dikenal dengan tradisi seni dan budaya yang kaya, termasuk tari-tarian tradisional, musik, dan kerajinan tangan.
Kesultanan Banjar merupakan bagian integral dari sejarah Kalimantan Selatan, dengan kontribusi besar dalam bidang perdagangan, penyebaran Islam, dan kebudayaan. Meskipun mengalami kemunduran akibat tekanan kolonial, warisan sejarah dan budaya Kesultanan Banjar tetap dilestarikan dan dikenang oleh masyarakat setempat. Dengan pengaruhnya dalam perdagangan dan peradaban, Kesultanan Banjar meninggalkan jejak yang signifikan dalam sejarah Indonesia, menjadikannya salah satu kesultanan yang penting untuk dikenang dan dipelajari.